Sabtu, 18 Agustus 2012

Kasih Sayang Ibu

Nilai kehidupan hari ini, dikisahkan seorang wanita karir yang masih lajang bernama Gina. Gina hanya tinggal dengan ibunya dan seorang pembantu yang merawat ibunya yang sudah renta.
“Prang.” Ibu Gina memungut panci yang baru saja tak sengaja dijatuhkannya.
Gina yang baru pulang dari kerja masuk ke rumah dengan raut marah, “Ibu ngapain sih?”
“Ibu mau masak buat kamu, Nak,” jawabnya.
“Ngapain sih pake masak segala. Ini malah bikin berantakan semua. Ngrepotin aja. Udah sana ibu ke kamar aja.”
Si ibu menurut.
“Bibi, buruan kesini,” teriak Gina sembari berkacak pinggang.
Si bibi menghampiri dengan tergopoh-gopoh. “Ada apa nyah?”
“Ini rapiin semua ulah ibu,” perintah Gina.
****
“Iya Pak, selamat malam.” Gina menjawab telepon dari atasannya.
“Pekerjaan yang saya berikan tadi sudah kamu kerjakan?” tanya suara di seberang.
“Iya Pak, ini sedang saya kerjakan.”
“Malam ini harus sudah kamu selesaikan ya.”
“Baik Pak.”
Gina menutup telepon lantas terburu-buru membuka lembar pekerjaannya sambil menyalakan laptop. Jari-jarinya mulai mengetik dengan tergesa-gesa. Selang beberapa menit kemudian, Ibu masuk ke kamarnya.
“Gina,” panggilnya. Ibu terbatuk-batuk, tangannya terus saja mengelus-elus dadanya.
“Apa sih, Bu.”
“Ibu minta dikerokin.”
“Apa Bu? Apa enggak bisa liat ini aku lagi sibuk!” tolak Gina dengan nada meninggi.
“Tapi ibu enggak enak badan, Nak. Cuma sebentar.”
Gina tetap berkutat pada pekerjaannya.
“Nak?” panggil ibu lagi. Tiba-tiba Ibu batuk-batuk keras lalu muntah. Muntahannya mengotori map-map yang tertata di meja kerja Gina.
“Ih Ibu ini pake muntah segala. Haduh bagaimana ini pekerjaanku jadi kotor semua. Bibi!” Gina memungut map-mapnya lalu membersihkannya. Bibi berlari tergopoh-gopoh menghampiri sumber suara.
“Ini bawa Ibu keluar dari kamarku. Kerokin juga ya.”
Bibi mengangguk lantas mengajak Ibu ke kamar. Gina mengunci kamarnya agar Ibu tidak mendatangi kamarnya lagi.
****
Sore itu Gina duduk di teras sendiri. Tangannya meraih handphone lalu memencet beberapa digit nomor sehingga terhubung dengan kekasihnya.
“Beb, pokoknya minggu ini kamu harus melamarku. Aku pengen nikah secepatnya. Aku sudah enggak betah tinggal sama ibu.”
Suara seberang menjawab, “Iya sayang, nunggu waktu ya soalnya aku lagi sibuk.”
“Aku juga lagi sibuk sama kerjaanku dan ditambah lagi ngurusin Ibu. Pokoknya aku mau kamu nikahin aku minggu ini.” Gina menutup obrolannya karena terganggu dengan suara tangis bayi di teras rumah seberang.
Gina mengamati seorang ibu yang sedang menggendong bayinya itu dengan kesal.
“Cup cup sayang. Pipis ya. Coba Ibu periksa.” Si Ibu diseberang meraba popok bayinya. Terasa basah. Lantas dia menggantinya dengan yang baru tapi si bayi masih tetap menangis. Si ibu menggendong bayinya kembali. Mengelus lembut kepala bayinya sembari menenangkan dengan suaranya yang penuh kasih.
Raut kesal Gina berganti beberapa detik dengan tatapan tertegun. Dia teringat saat ibunya selalu sabar membersihkan ingusnya, mencebokinya, menyuapinya meskipun dia selalu saja menolak makanan yang akan disuapkan padanya, dan masih banyak lagi kenangan-kenangan yang mengisyaratkan kasih sayang ibunya. Dia segera berlari menghampiri ibunya. Mengambil baskom berisi air hangat lalu membasuh kaki ibunya. Ibu memeluk Gina lembut.
“Maafkan aku, Ibu,” ucapnya dengan tetesan air mata penyesalan.

 Dan meskipun seluruh dunia kau berikan, tak akan pernah bisa membalas kasih sayang ibumu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar