Suara gaduh berganti dengan suasana
hening tepat setelah Bu Lastri, guru fisika masuk ke kelas. Seisi kelas
menjawab salam wanita bertubuh gempal itu. Salam pembukaan diiringi kalimat
motivasinya seperti biasa lalu Bu Lastri hendak membagikan kertas ulangan
murid-muridnya. Tapi sebelumnya, ia membacakan nilai tertinggi dan nilai terendah
di kelas.
“Nanti yang ibu sebutkan namanya
maju ya untuk mengambil kertas ulangan. Yang pertama Ibu bagikan nilai
tertinggi. Nilai tertinggi diraih oleh...”
Masayu tersenyum dengan penuh
percaya diri karena yakin dia yang akan meraih nilai tertinggi. Dia melongok
keseluruh sisi kelas seraya memainkan ujung-ujung rambutnya yang digerai. Lihat
saja jangan kaget, pasti aku lagi yang
dapet nilai tertinggi, pikirnya.
“...dan yang memperoleh nilai
tertinggi adalah Masayu. Silahkan beri tepuk tangan.
Masayu maju dengan gaya angkuhnya
dan masih dengan senyum kebanggaannya.
“Selamat ya. Pertahankan,” ucap Bu Lastri.
Masayu mengangguk.
“Sekarang yang memperoleh nilai
terendah adalah Maya.”
Seluruh murid serentak mencemooh. Bu
Lastri menenangkan. Maya terus saja menunduk. Dia sudah memprediksi kalau
jadinya akan seperti ini. Dia akhir-akhir ini tidak bisa konsentrasi belajar
karena tertekan oleh ejekan teman-temannya. Mulai bulan lalu, ibunya yang bisu tuli bekerja di kantin
sekolah.
“Tak apa. Sini, Nak,” bujuk Bu
Lastri.
Maya maju dengan langkah pelan tapi
tiba-tiba dia terjatuh karena tersandung kaki Masayu. Masayu sengaja
merentangkan kakinya untuk mengerjai Maya.
“Makanya jalan itu juga mikir pakai
otak. Udah enggak punya otak, ibunya bisu tuli lagi. Lengkap banget,” ejek
Masayu sambil tertawa. Seisi kelas ikut tertawa.
Bu Lastri menenangkan lagi.
“Ada apa Maya? Kamu ada masalah kok
sampai nilaimu bisa turun drastis seperti ini?” tanya Bu Lastri.
Maya menggeleng lalu menunduk lagi.
Sejak ibunya bekerja di kantin, teman-temannya jadi sering mencemoohnya. Hal
ini membuat Maya jadi murung dan tertutup dengan teman-temannya meskipun
terkadang ada yang ingin benar-benar tulus berteman dengannya tapi Maya
menanggapinya dengan dingin karena baginya teman-teman di sekolahnya itu sama
saja.
*****
Kelas fisika telah usai, Maya
berlari ke kamar kecil dan menangis sesenggukan disana. Dia tidak terbiasa
menceritakan apa yang dialaminya pada orang lain. Semuanya dia pendam sendiri
sampai terkadang dia berniat mengakhiri hidup. Setelah puas dan air matanya
kering, dia keluar dari kamar kecil. Kertas ulangan yang menorehkan tinta merah
membentuk angka empat puluh dia gulung hingga membuat bola kecil. Masayu yang
melihat tingkahnya menabrak hingga bola kecil itu jatuh. Masayu memungutnya dan
dia tersenyum licik setelah melihat isi dari kertas itu.
“Kembalikan. Cepat kembalikan.”
Maya
mengulur tangannya untuk menjangkau kertas ulangannya, tapi Masayu dan dua
temannya berkelit dengan sigap sehingga bisa melarikan kertas itu. Maya hanya
bisa berteriak kesal. Di waktu istirahat, dia membantu ibunya di kantin. Ada
Masayu juga disitu sudah duduk dengan kedua temannya yang bersiap memesan.
“Eh
anaknya si bisu dateng,” celetuknya.
Maya
melirik kesal.
“Bodoh,
bodoh, aku pesen mi gorengnya tiga tapi, eits jangan nyebarin virus bodohmu ke
makanan kami ya.” Ejekan Masayu disambut dengan tawa kedua temannya.
Maya mengantar pesenan Masayu. Dia
dengan cepat-cepat meletakkan tiga piring berisi mie goreng ke meja Masayu. Dan
dengan cepat pula Era, teman geng Masayu menempelkan kertas ulangan Maya di
punggung Maya. Setelahnya mereka tertawa puas lagi. Maya hanya melihatnya
dengan perasaan curiga. Ibu Maya melepas kertas ulangan itu lalu membacanya.
Ibu marah dengan bahasa isyarat.
‘Kamu itu kenapa, Nak? Kenapa bisa
dapet nilai segini? Ibu sudah kerja banting tulang sendiri untuk kamu tapi apa
balesannya buat Ibu?’
‘Ibu harusnya bisa ngerti. Mereka selalu
mengejek Maya. Maya anak bodoh dari bisu tuli yang miskin. Mereka setiap hari
mengolok-olok Maya. Maya tidak tahan, Bu. Maya tidak bisa belajar kalau terus
saja kepikiran dengan ini.’
‘Nak, balas mereka dengan prestasi. Biar
saja mereka begitu. Kalau kamu bisa punya banyak prestasi pasti mereka akan
berhenti mengejekmu.’
Maya menangis lagi. Ada ruang yang
sedikit lega di hatinya karena telah dikeluarkan.
****
Bola basket memantul di lapangan
basket yang bersemen. Maya mendriblenya lalu melemparkannya ke ring. Tapi tidak
masuk. Masayu yang melihatnya tak melewatkan momen itu untuk dijadikan bahan
ejekan lagi.
“Yah udah bodoh, ternyata anaknya
bisu tuli juga enggak becus masukin bola.”
“Dasar kampungan. Orang miskin tuh
pinternya maen gundu aja.” Era menimpal.
Maya melempar bolanya lalu mendekati
geng Masayu.
“Apa
sih salahku sampai kalian selalu saja mengolokku? Apa pernah aku membuat
kesalahan besar ke kalian?”
“Wowowow,
Si bodoh rupanya sudah mulai berani nyolot nih,” seru Alethea.
“Salah
kamu? Salah kamu itu udah bodoh, miskin, punya ibu bisu tuli. Itu salah kamu,”
ungkap Masayu.
Emosi
Maya serasa sudah mau keluar dari ubun-ubunnya. Dia mendorong Masayu hingga
terjatuh dan seketika itu terjadi ricuh. Bu Lastri yang melihatnya segera
melerai dan membawa mereka ke ruang Bimbingan Konseling. Setelahnya Ibu Maya
dipanggil dan diberitahukan bahwa Maya mendapat skorsing selama seminggu karena
memulai pertengkaran.
****
‘Apa kamu enggak bisa ngerti lagi
maksud Ibu, Maya? Ibu sendirian membesarkan kamu, membiayai sekolah kamu tapi
kamu malah membuat ulah.’
Maya bersungut karena masih emosi
dengan hukumannya.
‘Ini bukan salah Maya, Bu. Ini salah
Ibu karena udah bisu tuli. Coba kalau Ibu enggak bisu tuli pasti Maya enggak
akan melawan mereka. Maya udah enggak tahan diejek mereka.’ Maya berlari ke
kamarnya dan membanting pintu keras-keras. Ibu mengelus dada. Tetesan air
matanya membulir melewati lekuk pipinya.
****
Skorsing membuat Maya selalu berada
di kantin sepanjang hari untuk membantu ibunya. Dia menggoreng gorengan
sementara ibunya membuat adonan. Mengantar pesanan dan mencuci piring
setelahnya. Dia menggoreng lagi adonan yang telah dibuat ibunya. Masayu dan
gengnya mendekati gorengan yang tersaji di dekat penggorengan.
“Apaan nih?” Masayu mengernyit lalu
mencomot satu buah gorengan.
Maya memperhatikan tingkahnya.
“Ih, makanan apaan nih? Mau
ngeracunin ya?” Masayu memuntahkan gorengan itu dan membuang sisanya tepat di depan
Maya. Dan dia beserta geng yang menguntitnya meninggalkan kantin tanpa rasa
bersalah.
Maya bertambah kesal. Ibu yang tahu
kejadian itu mendekatinya. Ibu mengelus-elus pelan bahu anak semata wayangnya.
‘Mencelupkan adonannya dari pinggir
jangan dari tengah. Seperti ini.’ Ibu mencontohkan.
‘Ah apaan sih Ibu nggoreng kaya gini
itu sama aja kali mau dari pinggir dari tengah entar juga jadi,’ ujar Maya
seraya mencelupkan adonan dengan hentakan. Minyak panas di penggorengan muncrat
dan mengenai muka Maya. Refleks dia menutupi mukanya dan berteriak kesakitan.
Ibu berteriak meminta tolong. Maya segera dibawa di rumah sakit.
Sesampainya di rumah sakit dan
diperiksa, dokter memberitahu Ibu kalau mata Maya menadi buta akibat cipratan
minyak panas itu. Ibu membekap mulutnya seketika. Buliran air mata menggenang
di pelupuk matanya. Maya yang mendengarnya menjerit histeris. Tak tega melihat
anaknya sedih, Ibu memutuskan untuk melakukan pengorbanan untuk Maya.
****
Operasi pun dilakukan dengan sukses.
Suster bersiap membuka lapis demi lapis perban yang membalut mata Maya. Maya
mengerjap-ngerjapkan matanya. Dia melirik ke kanan dan kiri. Kini dia bisa
melihat lagi.
“Siapa yang telah mendonorkan kornea
mata untuk saya, Dokter?” tanya Maya.
“Temuilah dia di depan dan jangan
lupa pakai gaun ini saat menemuinya.”
Dokter meletakkan gaun merah cantik
ke pangkuan Maya. Gaun itu sebelumnya pernah dilihatnya di etalase sebuah toko.
Gaun merah itu tergantung apik di sebuah maniken. Maya meminta ibunya untuk
membelikannya tapi ibu menolak karena tidak punya uang. Gara-gara itu Maya
marah dan tidak mau makan seharian. Maya meraih gaun itu dan memakainya. Dia
mengendap keluar ruang pasien. Dilihatnya seorang wanita yang duduk di ruang
tunggu. Terlihat mukanya yang penyabar meskipun memakai kacamata hitam.
Disampingnya tergeletak tongkat kayu yang menuntun arah jalannya. Maya langsung
menghambur ke pelukan ibunya. Dia menangis tersedu.
‘Maafin Maya, Bu. Ibu sudah
memberikan segalanya untuk Maya tapi Maya malah selalu membuat hati Ibu sakit hati.’
Ibu ikut menangis terharu. Dia
mengelus punggung anaknya dengan lembut.
‘Ibu, bagaimana Maya bisa membalas
semua kebaikan Ibu? Pengorbanan Ibu.’
‘Ibu enggak minta apapun, Sayang.
Ibu hanya ingin Maya bahagia. Maya bisa menjadi orang sukses biarpun Ibunya
bisu tuli dan sekarang buta.’
‘Maya pasti akan sukses, Bu. Ibu
pasti akan bahagia dan bangga. Maya janji. Maya janji.’
Pelukan dan ibu tangisan bahagia itu menjadi awal semangat belajar Maya. Dia bisa menggeser Masayu dari posisi juara kelasnya.
Tulisan ini diikutsertakan pada Monilando’s First Giveaway
http://monilando.blogspot.com/2012/09/monilandos-first-giveaway-reviving.html?m=1
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusSEKEDAR INFO BOCORAN TOGEL
BalasHapusJIKA ANDA BUTUH A'NGKA GHOIB/JITU
SGP HK MALAYSIA ARAB SAUDI LAOS
2D_3D_4D-5D-6D-7D DI JAMIN 100% TEMBUS...
SAYA BUKTINYA SUDAH 5X JP
DAN SAYA SUDAH BENER2 YAKIN DENGAN AKI RORO
YANG TELAH MEMBERIKAN ANGKA RITUAL NYA
BAGI ANDA YANG SUKA MAIN TOGEL
& INGIN SEPERTI SAYA SILAHKAN GABUNG DENGAN AKI RORO
SILAHKAN HUB DI NO: ((_082_336_642_456_))
Sekian lama saya bermain togel baru kali ini saya
benar-benar merasakan yang namanya kemenangan 4D
dan alhamdulillah saya dpat Rp 250 juta dan semua ini
berkat bantuan angka dari AKI RORO
karena cuma Beliaulah yang memberikan angka
ritual yg di jamin 100% tembus awal saya
bergabung hanya memasang 100 ribu karna
saya ngak terlalu percaya ternyatah benar-benar
tembus dan kini saya ngak ragu-ragu lagi untuk memasang
angka nya,,,,buat anda yg butuh angka yang di jamin tembus
hubungi AKI RORO DI NO: ((_082_336_642_456_))
insya allah beliu akan siap menbatu kesusahan anda
''kami sekeluarga tak lupa mengucapkan puji syukur kepada ALLAH S,W,T dan terima kasih banyak kepada AKI RORO